Brand Personal @KangEndud

Jumat, 30 Desember 2011



Hari ini ada teman yang penasaran, seolah-olah mempertanyakan, mengapa saya membuat brand personal sebagai "@KangEndud". Bagaimana dengan anda ? Nah ini dia sekilas penjelasannya.

Alasannya sih sederhana saja, karena selama ini saya dipanggil "akang" oleh seluruh keluarga besar saya. Mulai  ibu, bapak, adik, kakek, nenek, bibi, sepupu, semuanya panggil saya seperti itu. Panggilan "akang" ini bukan bahasa panggilan kepada orang yang lebih tua. Dan brand personal saya ini sudah melekat sejak dulu ketika saya masih di sekolah dasar. Jadi kalo di keluarga saya bilang kata 'akang' sudah bisa dipastikan maksudnya adalah 'saya', endud badrudin.

Panggilan 'akang' ini disematkan pada saya bisa jadi karena saya memang anak sekaligus cucu tertua di keluarga besar saya. sehingga wajar bila adik kandung dan adik sepupu semuanya panggil saya 'akang'. Namun yang akhirnya istilah ini menjadi brand adalah karena pengakuan dan panggilan familiar yang diberikan oleh para orangtua saya.

Selain itu juga, mantan pacar saya, yang saat ini mendampingi saya, juga dulu panggil saya  'kakang'. Itu sejak tahun 2000 lalu sampai dengan saya memiliki seorang putri pada 2009.

Untuk menghormati sisi historis itulah karenanya saya memilih istilah "KangEndud" ini menjadi brand personal saya mulai saat ini. Brand ini akan diaplikasi dalam berbagai media, seperti di website, media sosail, blog, kartu nama dan media lainnya. Dibawah ini media yang sudah diaplikasikan dengan brand personal tersebut :

a. Website   >> www.KangEndud.web.id
b. Facebook   >> www.facebook.com/KangEndud
c. Twitter   >> @KangEndud
d. Google+   >> Kang Endud
e. Email   >> email@KangEndud.web.id
f. Blog   >>  www.Blog.KangEndud.web.id 



Continue Reading...

Menggagas City Branding Sukabumi

Rabu, 28 Desember 2011


Berkembangnya city branding adalah buah dari otonomi daerah. Setiap daerah berusaha untuk mengembangkan daerahnya agar kesejahteraan daerah tersebut meningkat. Stasiun televisi lokal yang menjamur pada beberapa tahun silam dan perusahaan penerbangan lokal yang melayani antar kota khususnya di bagian timur Indonesia mengarahkan pandangan setiap kepala daerah untuk terus menjual potensi yang ada di daerahnya.
Wilayah Indonesia yang luas merupakan pasar yang besar untuk diolah oleh para investor. Namun, bagaimana para investor ingin mengolah suatu daerah jika informasi yang mereka dapatkan tentang daerah tersebut sangat terbatas. Informasi umumnya melalui berita dan seperti yang kita ketahui saat ini sebagian besar berita yang mendapat perhatian lebih adalah berita-berita yang cenderung negatif, misalnya bencana alam, bentrokan sipil, tawuran pelajar, korupsi dan lainnya. Jarang sekali berita-berita yang mengedepankan kelebihan atau keunggulan suatu daerah. Oleh karena itu branding adalah suatu cara untuk mengkomunikasikan suatu wilayah dengan mengedepankan keunikan dan keunggulan daerah tersebut.
Melalui branding yang kuat, sebenarnya kepala daerah akan lebih mudah untuk memasarkan dan menarik investor untuk mengembangkan daerahnya. Mereka dapat menjelaskan dengan mudah bagaimana keadaan wilayah yang dia kepalai dan keunggulan apa yang dimiliki sebagai sumber usaha. Disini terletak hubungan antara city branding dan city marketing.
Terdapat perbedaan antara city branding dan city marketing, seperti sebuah organisasi.  Maka sebelum marketing berjalan kita harus memiliki produk/service yang membutuhkan brand sebagai identitas. Oleh karena itu, city branding harus dilakukan terlebih dahulu sebelum city marketing direncanakan. Setelah esensi diketemukan dan disetujui oleh pemilik brand yaitu daerah tersebut maka jalur-jalur komunikasi marketing mulai dipersiapkan.
Banyak program marketing yang dapat dilakukan untuk city branding. Salah satunya  melalui aplikasi Mobile City Guide yang saat ini mulai marak. Dengan aplikasi ini masyarakat dapat mengetahui lebih banyak dan mendalam tentang daerah tersebut. Seperti apa saja keunggulan daerah, di mana saja akomodasi jika hendak berkunjung, hingga fitur suara dengan aksen dan bahasa dialek daerahnya. Contoh kota yang telah berhasil adalah seperti yang dilakukan oleh tim branding kota Yogyakarta dan Solo.
Yang perlu ditekankan disini adalah jangan sampai city branding hanya menjadi kinerja kepala daerah pada saat itu dan selesai setelah kepada daerahnya digantikan oleh calon yang baru. Branding tidak diciptakan karena sesuatu yang kebetulan dan instan.  Karena memerlukan proses untuk diserap, dimengerti, dan dihidupkan oleh semua pihak yang terlibat di daerah tersebut.

Mari Menggagas City Branding Sukabumi
Nah, Bagaimana dengan Sukabumi ? Apa sebenarnya branding Sukabumi ? Saya, dan saya yakin anda pun sama, akan tertegun sejenak bila diberikan pertanyaan tersebut. Bukan apa-apa, selain karena kita memang tidak tahu dan tidak yakin branding seperti apa yang saat ini dikembangkan oleh pemerintah daerah. Yang jelas, diakui atau tidak, saat ini branding tentang Sukabumi lebih dikenal oleh orang luar Sukabumi sebagai daerah yang identik dengan "Kemacetan". Kondisi inilah yang sering dikatakan orang pada saat bicara atau diajak ke Sukabumi. Padahal sebenarnya permasalahan kemacetan bukan saja terjadi di Sukabumi tetapi terjadi dihampir seluruh daerah (bahkan lebih parah).
Ada juga yang mengatakan bahwa brand Sukabumi itu sejuk dan asri. Tapi benarkah kondisi itu menggambarkan kondisi kekinian Sukabumi ? Kondisi ketidakteraturan iklim global akibat dampak rumah kaca berpengaruh kepada seluruh wilayah didunia, termasuk Sukabumi. Makanya tak heran, cuaca Sukabumi kadang sejuk, tapi juga terkadang panas dengan cuaca yang ektrim (tidak biasanya).
Kedua contoh brand diatas adalah sekelumit gambaran agar kita menyadari saatnya sekarang kita membenahi masalah City Branding ini. 
Untuk menggali branding dari suatu daerah bisa dilakukan dengan melihat visi dna misi Kota/Kabupaten Sukabumi, melakukan wawancara secara mendalam dengan kepala daerah tersebut tentang apa yang menjadi visi misinya terhadap daerah yang dipimpin, apa yang ingin dia sampaikan kepada pihak luar tentang daerahnya, apa yang daerah lain tidak miliki yang dimiliki oleh daerah tersebut. Juga ditanyakan kepada pihak swasta yang sudah beroperasi di daerah tersebut, mengapa mereka memutuskan berada di daerah itu untuk berusaha. Penggalian pun dilakukan dengan pihak luar, tentang persepsi mereka terhadap daerah tersebut. Dari hasil penggalian tersebut akan di olah oleh konsultan brand untuk didapatkan sebuah esensi yang menjadi milik dari daerah tersebut, tidak oleh daerah yang lain. 
Kalo begitu, ayo kita melihat sekitar kita dan bersama-sama mulai menyusun daftar apa saja yang bisa anda usulkan untuk city branding Sukabumi... 

Penggagas : Endud Badrudin -- www.KangEndud.web.id --



Continue Reading...

Teladan Pemimpin Penghambat Implementasi Pendidikan Karakter

Sabtu, 24 Desember 2011


Sekilas Kegiatan
Hari ini saya menghadiri undangan untuk acara mengenai Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa. Acara yang bertemakan "Anak Bangsa Berkarakter, Indonesai Punya Power" ini dilaksanakan di SMKN 1 Kota Sukabumi. Kegiatannya meliputi pencanangan kampanye pendidikan karakter, launching film pelajar implementasi pendidikan karakter dan diskusi publik.
Acara ini dibuka oleh Walikota Sukabumi dan sekaligus meresmikan kampanye pendidikan karakter di Kota Sukabumi. Sedangkan film pelajar yang dilaunching ada 2 buah judul film, yaitu "Papan Tulis" dan "Buah Kesabaran". Adapun diskusi publik menghadirikan 3 narasumber, yaitu DR Reni Marlinawati (Anggota DPR RI Komisi X), Drs. Muhamad Yamin (BKUI Jabar) dan dr. Suherman (Direktur RS R. Syamsudin SH).


Sekelumit Catatan Diskusi Publik Pendidikan Karakter
Secara umum pendidikan karakter merupakan pendidikan yang diarahkan untuk membangun karakter, kepribadian dan budaya anak bangsa agar sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Pendidikan karakter bukanlah suatu hal yang tersendiri, kuruikulum tersendiri, atau mata pelajaran tersendiri, namun mencakup pada seluruh proses pendidikan baik di formal (sekolah) maupun dilingkungan (informal). Karenanya menurut DR. Reni, pendidikan karakter berarti juga adalah suasana lingkungan pendidikan yang ada di sekitar kita.

Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi tanggungjawab bukan saja tenaga pengajar/guru, tapi juga lingkungan disekitar anak didik. Termasuk didalamnya orangtua dan lingkungan sosialnya. Setelah dicermati ternyata para narasumber seluruhnya sependapat bahwa buruknya keteladanan pemimpin dapat menjadi penhmabat bagi pelaksanaan pendidikan karakter anak bangsa saat ini. sebagai contohnya adalah adanya pelaku korupsi yang tidak mendapatkan sanksi hukum yang adil dan berkeadilan memberikan pendidikan karakter yang buruk bagi masyarakat. Begitu juga dengan adanya tawuran pelajar merupakan bentuk karakter yang meniru prilaku elit pemimpin bangsa ini yang selalu saling bertikai dan berkomplik.

Perbaikan karakter kepemimpinan yang dapat menjadi teladan inilah yang harus mulai kita bereskan terlebih dahulu. Tanpa hal itu maka kampanye pendidikan karakter bagi anak bangsa kemungkinan besar akan gagal total. Harus darimanakah kita melalukan perbaikan karakter pemimpin ini ?

Setiap dari kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya oleh ALLAH. Demikian salah satu ajaran agama mengenai kepemimpinan. Dari sini dapat kita ambil hikmah, mulailah melakukan perbaikan karakter kepemimpinan ini dari diri kita sendiri, dari hal kecil dan dari saat ini juga. Karena pada hakekatnya kita masing-masing adalah pemimpin bagi diri kita sendiri, bagi keluarga, dan bagi lingkungan sekitarnya. Mari kita menjadi teladan dalam kepemimpinan, sehingga kampanye pendidikan karakter untuk kemajuan bangsa dapat tercapai mampaatnya.

Continue Reading...

Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Jabar

Jumat, 23 Desember 2011


Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Jabar adalah lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat c.q Bappeda yang fokus pada pengembangan ekonomi kreatif di wilayah Provinsi Jawa Barat.


Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Komite
Tugas Pokok : Menyusun kebijakan pengembangan ekonomi kreatif Jawa Barat dan mengawal pelaksanaan Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat.

Adapun Fungsi Komite adalah :
(a) intermediasi pemangku kebijakan dan pelaku ekonomi kreatif serta para pihak yang berkepentingan untuk mengembangkan ekonomi kreatif Jawa Barat;
(b) penguatan jaringan kerja dan koordinasi antarkomunitas kreatif setiap Kabupaten/Kota maupun dengan komunitas kreatif nasional dan internasional.


Struktur Organisasi Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Jabar


Pembina                 : 1. Gubernur Jawa Barat
                                 2. Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat

Ketua                     : Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat
Sekretaris              : Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Provinsi Jawa Barat
Anggota                 :
     1. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat
     2. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
     3. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat
     4. Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Barat
     5. Kepala Badan Koordinasi, Promosi & Penanaman Modal Provinsi Jawa Barat
     6. Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Jawa Barat
     7. OPD Provinsi Jawa Barat lainnya sesuai kebutuhan.

Komisi Pelaksana :
Ketua                : Mochamad Ridwan Kamil
Wakil Ketua      : Gustaff Harriman Iskandar
Sekretaris         : Muhamad Irfan

Komisi Pengembangan Infrastruktur
   1. Irfan A. Noe'man
   2. Deddy Wahyudi


Komisi Pendidikan dan Pelatihan
   1. Dwi Larso
   2. Tisna Sanjaya
   3. Andar Manik


Komisi Pemasaran dan Komersialisasi
   1. Januar P. Ruswita
   2. Popy Rufaidah

Komisi Inovasi Kelembagaan dan Birokrasi
   1. Asep Mulyana
   2. Wa Ode Zusnita Muizu

Komisi Hukum, HKI dan Etika Kreatif
   1. R. Rizki A. Adiwilaga
   2. Miranda Risang Ayu

Komisi Riset dan Pengembangan
   1. Togar M. Simatupang
   2. Yasraf A. Piliang

Komisi Pengembangan Komunitas
   1. Galih Sedayu  (Wilayah Cekungan Bandung)
   2. Acep Zamzam Noor  (Wilayah Priangan Timur)
   3. Arif Yudi  (Wilayah Ciayumajakuning)
   4. Jimy  (Wilayah Purwasukabek)
   5. Endud Badrudin  (Wilayah Bogor, Depok, Cianjur, Sukabumi)

------------------------------




Continue Reading...

Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Jabar


Hari rabu, 21 desember 2011 lalu saya mendapat undangan untuk menghadiri acara "Sosialisasi Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat". Acara sosialisasi ini dilaksanakan oleh Bappeda Provinsi Jawa Barat dan Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat. Saya hadir dalam kapasitas Ketua BUMI KREATIF (Sukabumi Creative Association) dan juga sebagai kapasitas pribadi sebagai pengurus Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Jabar, khususnya di komisi pengembangan komunitas di wilayah Bogor (Bogor, Depok, Sukabumi dan Cianjur).

Tulisan ini adalah sebagian dari catatan-catatan penting yang terungkap pada saat acara sosialisasi tersebut.


Wacana pengembangan ekonomi kreatif di Jawa Barat sebenarnya bukanlah hal yang baru, bahkan bisa dikatakan diskusi dan ide soal ini telah berlangsung sejak 2005 yang lalu. Lebih dulu dari wacana yang digulirkan pemerintah pusat yaitu mulai tahun 2007 dengan buku panduannya yang dikeluarkan Departemen Perdagangan dan disusul dengan terbitnya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009 tentang pengembangan ekonomi kreatif. Sehingga dengan demikian wajar saja jika pada saat ini, Jawa Barat adalah merupakan leader bagi pengembangan ekonomi kreatif di tingkat nasional.

Kebijakan mengenai pengembangan ekonomi kreatif juga telah masuk dalam Prioritas Pembangunan Daerah Jawa Barat Tahun 2011 dalam common goals mengenai peningkatan daya beli masyarakat. Didalam common goals tersebut telah tercantum program tematik yaitu pengembangan industri kreatif dan wirausahawan muda kreatif dengan kegiatan unggulan berupa pengembangan kawasan industri kreatif.

Kegiatan tematik pengembangan industri kreatif dan wirausahawan muda kreatif tersebut ditargetkan dapat memberikan output berupa : (1) meningkatnya jumlah populasi pelaku usaha industri kreatif; (2) tumbuhnya wirausahawan muda dibidang industri kreatif; (3) bandung menjadi trendsetter Fashion Muslim Internasional; dan (4) tumbuhnya industri animasi, games, software dan film. Dalam kerangka target output tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengagendakan kegiatannya, yaitu : (1) program pengembangan industri kreatif berbasis IT (Dinas Indag); (2) program pengembangan industri fashion muslim  ((Dinas Indag); (3) membangun jejaring komunitas kreatif (Dinas Indag) dan (4) penumbuhan wirausahawan muda berbasis industri kreatif (Dinas Indag dan Dinas KUMKM).

Dalam pengembangan ekonomi kreatif di Jawa Barat ini terdapat perubahan paradigma dan pendekatan keterlibatan para pihak. Dalam buku panduan pengembangan ekonomi kreatif 2007 yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan disebutkan bahwa dalam pengembangan ekonomi kreatif harus ada 3 pihak yang berperan, yang kemudian dikenal sebagai "Triple Helix", yaitu Academic, Business dan Goverment (ABG). Nah, untuk pengembangan ekonomi kreatif di Jawa Barat terdapat perubahan paradigma dimana terdapat 4 pihak yang akan dilibatkan dalam pengembangan ekonomi kreatif di Jawa Barat. 4 pihak tersebut  (atau disebut quatro helix) adalah : Cendikiawan (akademisi), Pemerintah, Pelaku Bisnis dan Komunitas masyarakat (community/social group).


"Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat" 
Rencana aksi pengembangan ekonomi kreatif Jawa Barat diuraikan dalam 4 (empat) kebijakan, yaitu :

Kebijakan I : Menciptakan infrastruktur yang memadai baik fisik, sosial dan hukum bagi pengembangan ekonomi kreatif. 
Strategi yang akan dijalankan untuk pencapaian kebijakan I ini adalah :
1. Membangun infrastruktur fisik berupa ruang publik sebagai penunjang aktifitas pelaku ekonomi kreatif
2. Mempermudah akses pembiayaan terhadap pelaku ekonomi kreatif
3. Menjamin perlindungan hukum bagi produk kreatif Jawa Barat yang merupakan warisan budaya dan bagi pelaku ekonomi kreatif.

Program yang akan dilaksanakan adalah : Pengembangan Infrastruktur Penunjang Ekonomi Kreatif

Adapun Kegiatannya mencakup :
A. Kegiatan Infrastruktur Fisik
      1. Pembangunan Ruang Terbuka Publik untuk aktifitas ekonomi kreatif di setiap Kota/Kabupaten
      2. Fasilitasi pemampaatan ruang terbuka publik untuk aktifitas komunitas kreatif
      3. Pembentukan pusat pelayanan jasa konsultasi bisnis berbasis kreatifitas dan inovasi.

B. Kegiatan Infrastruktur Teknologi
      1. Pembuatan Media Online Ekonomi Kreatif Jabar
      2. Pembuatan Online Katalog Database Produk Ekonomi Kreatif Jabar
      3. Pembuatan Video Show Case Produk Ekonomi Kreatif Jabar
C. Kegiatan Infrastruktur Sosial dan Budaya
      1. Penyusunan skema bantuan pembiayaan yang sesuai bagi pelaku ekonomi kreatif
      2. Pemberian penghargaan berkala untuk karya terbaik dibidang kreatifitas dan inovasi
D. Kegiatan Infrastrukur Hukum
      1. Sosialisasi HKI dan Etika Penciptaan Bagi Ekonomi Kreatif
      2. Fasilitasi Sertifikasi Produk Ekonomi Kreatif
      3. Pendataan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional
      4. Pembentukan Pusat pelayanan jasa konsultasi dan helpdesk HKI, GRTKF & Creative Common License
--------------------------

Kebijakan II : Mengembangkan Sumber Daya Insani Kreatif

Strategi yang akan dijalankan untuk pencapaian kebijakan II ini adalah :
1. Meningkatkan fasilitasi dalam berkreasi   bagi insan kreatif Jawa Barat melalui pendidikan dan pelatihan
2. Meningkatkan apresiasi terhadap insan kreatif 

Program yang akan dilaksanakan adalah :  Pengembangan Sumberdaya Insani Kreatif

Adapun Kegiatannya mencakup :
A. Kegiatan Pengembangan Sumberdaya Insani Kreatif
      1. Fasilitasi Pelatihan Berpikir Kreatif dalam Inovasi Desain dan Dalam Membaca Selera Pasar
      2. Fasilitasi Pemanfaatan Teknologi Bagi para Pelaku Ekonomi Kreatif
--------------------------


Kebijakan III : Memperkuat Kerjasama Antar Pemangku Kepentingan (Stakeholder) Pelaku Ekonomi Kreatif 

Strategi yang akan dijalankan untuk pencapaian kebijakan III ini adalah :
1. Membangun jaringan dan komunikasi antar pelaku ekonomi ekonomi kreatif dalam mengisi rantai nilai industri kreatif
2. Meningkatkan aktifitas promosi produk ekonomi kreatif. 

Program yang akan dilaksanakan adalah : 
(1) Penguatan Sistem Kerjasama Antar Pemangku Kepentingan Untuk Pengembangan Potensi Ekonomi Kreatif
(2) Promosi dan Pemasaran Produk Ekonomi Kreatif

Adapun Kegiatannya mencakup :
A. Kegiatan Penguatan Sistem Kerjasama Antar Pemangku Kepentingan Untuk Pengembangan Potensi Ekonomi Kreatif
      1. Fasilitasi Forum Komunitas Kreatif untuk Membangun Kerjasama dalam Mengisi Rantai Nilai Industri Kreatif
      2. Penyusunan direktori komunitas, institusi, lembaga & unit usaha di sektor kreativitas dan inovasi
      3. Fasilitasi Pengembangan dan managemen komunitas
B. Kegiatan Promosi dan Pemasaran Produk Ekonomi Kreatif
      1. Fasilitasi Terhadap Pelaku Ekonomi kreatif untuk Mengikuti Pameran Produk Kreatif di Dalam dan Luar Negeri
      2. Fasilitasi Penyelenggaraan Pameran dan Aktivitas Ekonomi Kreatif di Tingkat Daerah Secara Berkala
      3. Promosi Produk dan Aktivitas Ekonomi Kreatif melalui Media Cetak dan Elektonik
      4. Melaksanakan Market Intelligent secara Rutin untuk Membantu Pelaku Usaha dalam Memprediksi Trend Pasar.

--------------------------

Kebijakan IV : Meningkatkan Dukungan Terhadap Riset dan Pengembangan Kreatifitas dan Inovasi  

Strategi yang akan dijalankan untuk pencapaian kebijakan IV ini adalah :
1. Mempermudah fasilitasi pembiayaan kegiatan riset dan pengembangan produk kreatif dan inovatif
2. Meningkatkan penyebarluasan hasil informasi tentang riset dan pengembangan ekonomi kreatif

Program yang akan dilaksanakan adalah : Riset dan Pengembangan

Adapun Kegiatannya mencakup :
A. Kegiatan Riset dan Pengembangan
      1. Inventarisasi Potensi dan Pola Relasi Kearifan Lokal
      2. Penerbitan jurnal berkala Ekonomi Kreatif Jawa Barat
      3. Fasilitasi Program pertukaran dan beasiswa peneliti, komunitas dan praktisi dunia kreativitas dan inovasi

--------------------------

Demikianlah beberapa poin penting mengenai Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat yang dalam pelaksanaannya mulai tahun 2012 akan di supervisi oleh lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam bentuk Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Jabar. 

Penjelasan mengenai Komite Pengembangan Ekonomi Kreatif Jawa Barat dapat dibaca disini.




Continue Reading...

Resolusi Industri Kreatif 2012

Selasa, 20 Desember 2011



Industri kreatif berpeluang besar untuk berkembang pesat di tanah air, namun perlu cara yang tepat dalam menjalankan bisnis di industri ini. Apa saja yang harus diperhatikan? Sejumlah pekerja kreatif yang sudah membuktikan karya dan keberhasilan mereka, membagi pandangan mereka untuk menghadapi tahun 2012. 

Yoris Sebastian, Young Creative Icon yang selalu muncul dengan ide-ide out of the box, mengajak para pekerja kreatif untuk selalu berpikir beda. “Kalau kita mau membuat sesuatu, buatlah sesuatu yang ‘younique’. Makna dari ‘younique’ ini adalah sesuatu yang dimulai dari diri sendiri, sesuatu yang berbeda dan berawal dari hal yang kecil,” ujar penulis buku Creative Junkies ini. 

Menjalankan bisnis di bidang kreatif, tidak pernah ada batasannya. Siapapun bisa mengembangkan bisnis di industri ini. Seperti yang dilakukan Anton Wirjono, setelah lama menggeluti profesi Disc Jockey (DJ), Anton membuktikan diri bahwa ia juga bisa menjalankan bisnis di bidang retail. “Profesi sebagai DJ itu saya kerjakan sendiri, sedang untuk retail saya jalankan bersama tim yang kuat. Kebetulan di sini saya bertemu dengan orang-orang yang ahli di bidang retail, sehingga kami bekerjasama untuk menjalankan bisnis di bidang ini dengan memulai dari sesuatu yang berbeda”. 

Keberadaan dunia digital rupanya memberi pengaruh besar terhadap perkembangan industri kreatif. Adib Hidayat, editor in chief dari majalah Rolling Stone, punya mimpi tersendiri bagi industri musik. “Kebetulan saya adalah penggemar produk Apple. Kita mengenal fasilitas iTunes yang telah mengembangkan musik digital. Saya berharap musik di Indonesia bisa lebih hidup di jalur digital seperti yang diterapkan iTunes store di Amerika,” ungkap Adib. 

Menyadari kekuatan digital semakin merajalela di industri kreatif, Joko Anwar, sutradara kawakan Indonesia, punya solusi jitu untuk menghadapi fenomena ini. “Tahun depan saya telah menyiapkan proyek serial film di Youtube. Melalui media ini masyarakat bisa mengakses film dengan bebas dan tanpa batasan waktu”. 

Berbagai pandangan dari penggiat industri kreatif ini merupakan obrolan yang dihadirkan dalam acara IdeaFest 2011, pada 17 Desember, di Gandaria City, Jakarta Selatan. IdeaFest kali ini, bertajuk “Ideas Resolution 2012”. 

Dari pandangan para narasumber, bisa ditarik kesimpulan pentingnya pemahaman tentang dunia digital bagi para pekerja kreatif. Bernhard Subiakto, penggagas IdeaFest mengungkapkan, “Dunia digital tidak dipungkiri lagi begitu signifikan. 50 juta masyarakat Indonesia sudah masuk ke dunia digital. Dan tahun depan pasti akan bertambah lagi. Resolusi yang didapat dari sini, pada 2012 akan diwarnai dunia digital yang luar biasa”. 


Oleh Degina Juvita, 18 Desember 2011




Komentar : Nah apa resolusi kreatifmu tahun depan ?


Continue Reading...

Konsep Pengembangan Pariwisata Berbasis Ekonomi Kreatif

Senin, 19 Desember 2011



------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah pada tulisan terdahulu saya menyampaikan mengenai keterkaitan ekonomi kreatif dengan pariwisata (Silahkan baca disini). Nah sekarang giliran saya untuk menyampaikan gagasan saya mengenai konsep pengembangan pariwisata yang berbasiskan pengembangan ekonomi kreatif, khususnya untuk penerapannya di Kota/Kabupaten Sukabumi tercinta.
Makalah saya ini sudah pernah disampaikan pada saat audiensi pengurus BUMI KREATIF (Sukabumi Creative Association) dengan jajaran Pejabat Dinas Porabud dan Pariwisata Kota Sukabumi, 12 Januari 2011.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pendahuluan
Kreatifitas merupakan modal utama dalam menghadapi tantangan global. Bentuk-bentuk ekonomi kreatif selalu tampil dengan nilai tambah yang khas, menciptakan “pasar”nya sendiri, dan berhasil menyerap tenaga kerja serta pemasukan ekonomis. Departemen Pedagangan Republik Indonesia memanfaatkan momentum ini dengan menyusun Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009 – 2015. Untuk mengembangkan ekonomi kreatif, diperlukan sejumlah SDM yang berkualitas dengan daya inovatif dan kreativitas yang tinggi. Namun, di samping kebutuhan akan SDM yang berualitas, pengembangan ekonomi kreatif juga membutuhkan ruang atau wadah sebagai tempat penggalian ide, berkarya, sekaligus aktualisasi diri dan ide-ide kratif. Di negara-negara maju, pebentukan ruang-ruang kreatif tersebut telah mengarah pada kota kreatif (creative city) yang berbasis pada penciptaan suasana yang kondusif bagi komunitas sehingga dapat mengakomodasi kreativitas. Kota-kota di Indonesia, dengan sejumlah keunikannya, memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kota-kota kreatif.


Pengembangan ekonomi kreatif dapat dilakukan seiring dengan pengembangan wisata. Kota-kota wisata di Indonesia, seperti Yogyakarta, Bandung, dan Lombok, sebenrnya telah memiliki ruang kreatif, yaitu zona-zona wisata itu sendiri. Atraksi wisata dapat menjadi sumber ide-ide keatif yang tidak akan pernah habis untuk dikembangkan. Proses kreativitas seperti pembuatan souvenir dapat menjadi atraksi wisata tersendiri yang memberikan nilai tambah. Sementara di sisi lain, pasar yang menyerap produk ekonomi kreatif telah tersedia, yaitu melalui turis atau wisatawan yang berkunjunng ke obyek wisata.


Dr. Mari Elka Pangestu dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015 menyebutkan beberapa alasan mengapa industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia, antara lain :
1.       Memberikan kontibusi ekonomi yang signifikan
2.       Menciptakan iklimbisnis yang positif
3.       Membangun citra dan identitas bangsa
4.       Berbasis kepada sumber daya yang terbarukan
5.       Menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa
6.       Memberikan dampak sosial yang positif

Salah satu alasan dari pengembangan industri kreatif adalah adanya dampak positif yang akan berpengaruh pada kehidupan sosial, iklim bisnis, peningkatan ekonomi, dan juga berdampak para citra suatu kawasan tersebut.

Dalam konteks pengembangan ekonomi kreatif pada kota-kota di Indonesia, industri kreatif lebih berpotensi untuk berkembang pada kota-kota besar atau kota-kota yang telah “dikenal”. Hal ini terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia yang handal dan juga tersedianya jaringan pemasaran yang lebih baik dibanding kota-kota kecil.

Namun demikian, hal itu tidak menutup kemungkinan kota-kota kecil di Indonesia untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Bagi kota-kota kecil, strategi pengembangan ekonomi kreatif dapat dilakukan dengan memanfaatkan landmark kota atau kegiatan sosial seperti festival sebagai venue untuk mengenalkan produk khas daerah (Susan, 2004). Salah satu contoh yang cukup berhasil menerapkan strategi ini adalah Jember dengan Jember Fashion Carnival. Festival yang digelar satu tahun sekali tersebut mampu menarik sejumlah turis untuk berkunjung dan melihat potensi industri kreatif yang ada di Jember.

Bertolak dari kasus Jember dengan Jember Fashion Carnival, sejatinya sejumlah kota di Indonesia berpotensi untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Sebuah kota dapat merepresentasikan budayanya melalui cara-cara yang unik, inovatif, dan kreatif. Pada gilirannya, pengembangan ekonomi kreatif tersebut juga akan berdampak pada perbaikan lingkungan kota, baik secara estetis ataupun kualitas lingkungan.

Ekonomi Kreatif dan Pengembangan Wisata
Pariwisata didefinisikan sebagai aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang senang, memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau waktu libur serta tujuan tujuan lainnya (UNESCO, 2009).

Untuk mengembangkan kegiatan wisata, daerah tujuan wisata setidaknya harus memiliki komponen-komponen sebagai berikut (UNESCO, 2009) :
  1. Obyek/atraksi dan daya tarik wisata
  2. Transportasi dan infrastruktur
  3. Akomodasi (tempat menginap)
  4. Usaha makanan dan minuman
  5. Jasa pendukung lainnya (hal-hal yang mendukung kelancaran berwisata misalnya biro perjalanan yang mengatur perjalanan wisatawan, penjualan cindera mata, informasi, jasa pemandu, kantor pos, bank, sarana penukaran uang, internet, wartel, tempat penjualan pulsa, salon, dll)
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia sebelumnya telah menetapkan program yang disebut dengan Sapta Pesona. Sapta Pesona mencakup 7 aspek yang harus diterapkan untuk memberikan pelayanan yang baik serta menjaga keindahan dan kelestarian alam dan budaya di daerah kita. Program Sapta Pesona ini mendapat dukungan dari UNESCO (2009) yang menyatakan bahwa setidaknya 6 aspek dari tujuh Sapta Pesona harus dimiliki oleh sebuah daerah tujuan wisata untuk membuat wisatawan betah dan ingin terus kembali ke tempat wisata, yaitu: Aman; Tertib; Bersih: Indah; Ramah; dan Kenangan

Ekonomi kreatif dan sektor wisata merupakan dua hal yang saling berpengaruh dan dapat saling bersinergi jika dikelola dengan baik (Ooi, 2006). Konsep kegiatan wisata dapat didefinisikan dengan tiga faktor, yaitu harus ada something to see, something to do, dan something to buy (Yoeti, 1985). Something to see terkait dengan atraksi di daerah tujuan wisata, something to do terkait dengan aktivitas wisatawan di daerah wisata, sementara something to buy terkait dengan souvenir khas yang dibeli di daerah wisata sebagai memorabilia pribadi\ wisatawan. Dalam tiga komponen tersebut, ekonomi kreatif dapat masuk melalui something to buy dengan menciptakan produk-produk inovatif khas daerah.

Pada era tradisional, souvenir yang berupa memorabilia hanya terbatas pada foto polaroid yang menampilkan foto sang wisatawan di suatu obyek wisata tertentu. Seiring dengan kemajuan tekonologi dan perubahan paradigma wisata dari sekedar “melihat” menjadi “merasakan pengalaman baru”, maka produk-produk kreatif melalui sektor wisata mempunyai potensi yang lebih besar untuk dikembangkan. Ekonomi kreatif tidak hanya masuk melalui something to buy tetapi juga mulai merambah something to do dan something to see melalui paket-paket wisata yang menawarkan pengalaman langsung dan interaksi dengan kebudayaan lokal.

Dalam pengembangan ekonomi kreatif melalui sektor wisata yang dijelaskan lebih lanjut oleh Yozcu dan İçöz (2010), kreativitas akan merangsang daerah tujuan wisata untuk menciptakan produk-produk inovatif yang akan memberi nilai tambah dan daya saing yang lebih tinggi dibanding dengan daerah tujuan wisata lainnya. Dari sisi wisatawan, mereka akan merasa lebih tertarik untuk berkunjung ke daerah wisata yang memiliki produk khas untuk kemudian dibawa pulang sebagai souvenir. Di sisi lain, produk-produk kreatif tersebut secara tidak langsung akan melibatkan individual dan pengusaha enterprise bersentuhan dengan sektor budaya. Persentuhan tersebut akan membawa dampak positif pada upaya pelestarian budaya dan sekaligus peningkatan ekonomi serta estetika lokasi wisata. Contoh bentuk pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 : Bentuk Pengembangan Ekonomi Kreatif sebagai Penggerak Sektor Wisata
Wisata
Ekonomi Kreatif
1. Something to see
· Festival (contoh : Jember Fashion Carnival)
· Proses kebudayaan (contoh : pembuatan kerajinan batik)
2. Something to do
Wisatawan berlaku sebagai konsumen aktif, tidak hanya melihat atraksi dan membeli souvenir tapi ikut serta dalam atraksi
3. Something to buy
Souvenir (handicraft atau memorabilia)
Sumber: Yoeti, 1985 dan diolah

Potensi pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata di Indonesia masih belum dapat diimplementasikan secara optimal. Salahsatu yang dikembangkan di Indonesia adalah mengadopsi bentuk paket wisata tersebut ke dalam desa wisata. Hingga saat ini, tercatat banyak desa wisata yang bermunculan namun hanya sebagian kecil yang berhasil (dalam arti sanggup mendatangkan wisatawan secara berkala dan meningkatkan ekonomi warganya). Fenomena banyaknya desa wisata di Indonesia seringkali terjadi bukan sebagai bentuk kreatifitas, tetapi lebih pada prestige. Sangat sering ditemui desa wisata yang infrastrukturnya tidak siap untuk dikunjungi wisatawan. Kelemahan terbesar dari konsep desa wisata selanjutnya adalah minimnya upaya promosi dan tidak adanya link dengan industri kreatif untuk produksi souvenir. Wisatawan hanya sekedar datang dan pulang tanpa membawa sesuatu untuk dikenang (memorabilia) atau untuk dipromosikan pada calon wisatawan lainnya.

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa ekonomi kreatif dan sektor wisata pada sebagian besar kota-kota di Indonesia berjalan secara terpisah. Masih kurangnya linkage antara ekonomi kreatif dan sektor wisata dapat terlihat dari tiadanya tempat penjualan souvenir khas daerah. Kalaupun ada, tempat penjualan souvenir dan souvenir yang dijual terkesan “biasa” saja, dan dapat dengan mudah ditemukan di daerah lain. Atau, pada beberapa kasus, tempat penjualan souvenir berlokasi terlalu jauh sehingga menjadi sebuah proyek yang gagal mendatangkan lebih banyak wisatawan.

Pada hakikatnya, hampir sebagian besar kota/kabupaten di Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata. Kota/kabupaten di Indonesia memiliki daya tarik wisata yang berbeda untuk dapat diolah menjadi ekonomi kreatif. Termasuk juga di Kota Sukabumi.

Potensi wisata yang ada dapat dikembangkan melalui ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif di sini tidak hanya melibatkan masyarakat atau komunitas sebagai sumber daya yang berkualitas, tetapi juga melibatkan unsur birokrasi dengan pola entrepreneurship (kewirausahaan). Konsep pelibatan birokrasi dalam ekonomi kreatif adalah bahwa birokrasi tidak hanya membelanjakan tetapi juga menghasilkan (income generating) dalam arti positif (Obsore dan Gaebler, 1992).

Strategi pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dirumuskan sebagai berikut (Barringer) :

  1. Meningkatkan peran seni dan budaya pariwisata
  2. Memperkuat keberadaan kluster-kluster industri kreatif
  3. Mempersiapkan sumber daya manusia yang kreatif
  4. Melakukan pemetaan aset yang dapat mendukung munculnya ekonomi kreatif.
  5. Mengembangkan pendekatan regional, yaitu membangun jaringan antar kluster-kluster industri kreatif.
  6. Mengidentifikasi kepemimpinan (leadership) untuk menjaga keberlangsungan dari ekonomi kreatif, termasuk dengan melibatkan unsur birokrasi sebagai bagian dari leadership dan facilitator.
  7. Membangun dan memperluas jaringan di seluruh sektor
  8. Mengembangkan dan mengimplementasikan strategi, termasuk mensosialisasikan kebijakan terkait dengan pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan wisata kepada pengrajin. Pengrajin harus mengetahui apakah ada insentif bagi pengembangan ekonomi kreatif, ataupun pajak ekspor jika diperlukan.


 Model Pengembangan Ekonomi Kreatif Sebagai Penggerak Sektor Wisata
Pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata memerlukan sinergi antar stakeholder yang terlibat di dalamnya, yaitu pemerintah, cendekiawan, dan sektor swasta (bisnis).

Sedangkan model pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dapat diadaptasi dari model-model kota kreatif. Kota kreatif bertumpu pada kualitas sumber daya manusia untuk membentuk (bisa dalam bentuk design atau redesign) ruang-ruang kreatif (UNDP, 2008). Pembentukan ruang kreatif diperlukan untuk dapat merangsang munculnya ide-ide kreatif, karena manusia yang ditempatkan dalam lingkungan yang kondusif akan mampu menghasilkan produk-produk kreatif bernilai ekonomi. Festival budaya, merupakan salah satu bentuk penciptaan ruang kreatif yang sukses mendatangkan wisatawan.

Dalam konteks kepariwisataan, diperlukan ruang-ruang kreatif bagi para pengrajin untuk dapat menghasilkan produk khas daerah wisata yang tidak dapat ditemui di daerah lain. Salah satu tempat yang paling penting bagi seorang pengrajin untuk bisa menghasilkan karya adalah bengkel kerja atau studio. Bengkel kerja atau studio sebagai ruang kreatif harus dihubungkan dengan daerah wisata sehingga tercipta linkage atau konektivitas. Konektivitas tersebut diperlukan untuk mempermudah rantai produksi (Evans, 2009). Dari segi ekonomi kreatif, produk kerajinan dalam bentuk souvenir dapat terjual sementara dari sektor wisata, wisatawan memperoleh suatu memorabilia mengenai daerah wisata tersebut. Konektivitas atau linkage antara ekonomi kreatif dan wisata dapat berbentuk outlet penjualan yang terletak di daerah wisata. Dengan kata lain, wisata menjadi venue bagi ekonomi kreatif untuk proses produksi, didtribusi, sekaligus pemasaran. Seperti dijelaskan pada Gambar 3.


Bagan Linkage Antara Ekonomi Kreatif dan Sektor Wisata

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam implementasi model linkage tersebut adalah penetapan lokasi outlet yang harus diusahakan berada di tempat stratgis dan dekat dengan tempat wisata.


Pengembangan Industri Kreatif untuk mendukung Pariwisata Kota Sukabumi

Contoh Adaptasi Pengembangan Ekonomi Kreatif sebagai Penggerak Sektor Wisata di Kota Sukabumi
Wisata
Ekonomi Kreatif
1. Something to see
PAP Cikundul
2. Something to do
·     Pemandian Air Panas
·     Wisata Sungai
·     Wisata Seni Pertunjukan
·     Jual-Beli Mobil Second
·     dll..
3. Something to buy
Souvenir :
·     Kuliner khas Sukabumi
·     Batik Sukabumi
·     Kerajinan
·     Mainan Anak-anak
·     dll


Untuk mendukung pengembangan batik sukabumi misalnya sebagai bagian dari industri kreatif sekaligus penggerak wisata, perlu diciptakan linkage antara industri batik dan atraksi wisata Seni Kota Sukabumi. Outlet kerajinan batik sebaiknya diposisikan dekat dengan objek wisata, sehingga tercipta suatu sistem wisata; wisatawan berkunjung melihat atraksi wisata di objek wisata, makan di sekitar objek wisata, membeli oleh-oleh makanan khas, dilanjutkan dengan melihat sekaligus membeli batik Sukabumi sebagai souvenir.  

Tantangan Pengembangan Ekonomi Kreatif sebagai Penggerak Sektor Wisata
Pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata walau terdengar sangat menjanjikan, namun tetap memiliki sejumlah tantangan. Tantangan tersebar terkait dengan keberlanjutan industri kreatif itu sendiri untuk menggerakkan sektor wisata. Trend wisata cenderung cepat berubah sehingga pengrajin dituntut untuk bisa menciptakan produk-produk kreatif dan inovatif. Di sisi lain, pengarajin juga tidak boleh terjebak pada selera pasar karena dapat menghilangkan orisinalitas dan keunikan produk (Syahram 2000). Ooi (2006), mengindentifikasi sejumlah tantangan pengembangan sebagai berikut :
1.       Kualitas poduk.
Dengan bertumpu pada pengembangan wisata, maka produk ekonomi kreatif akan lebih berorientasi pada selera wisatawan dan diproduksi dalam jumlah yang cukup banyak sebagai souvenir. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya keunikan ataupun nilai khas dari produk hasil ekonomi kreatif tersebut.
2.       Konflik sosial terkait dengan isu komersialisasi dan komodifikasi.
Pengembangan ekonomi kreatif melalui wisata seringkali n”mengkomersialisasikan” ruang-ruang sosial dan kehidupan sosial untuk dipertontonan pada wisatawan sebagai atraksi wisata. Bila tidak dikelola dengan melibatkan komunitas lokal, hal ini dapat berkembang menjadi konflik sosial, karena di beberapa komunitas terdpat ruang-ruang sosial yang bersifat suci dan tidak untuk dipertontonkan pada wisatawan.
3.       Manajemen ekonomi kreatif.
Dibutuhkan manajemen ekonomi kreatif yang baik, dengan salah satu fungsinya menentukan ”guideline” ekonomi kreatif mana yang harus dikembangkan dan mana yang sebaiknya tidak dikembangkan


Kesimpulan
Sinergi antara ekonomi kreatif dengan sektor wisata merupakan sebuah model pengembangan ekonomi yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia, termasuk Kota Sukabumi. Untuk mengembangkan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dibutuhkan konektivitas, yaitu dengan menciptakan outlet produk-prouk kreatif di lokasi yang strategsi dan dekat dengan lokasi wisata. Outlet tersebut dapat berupa counter atau sentra kerajinan yang dapat dikemas dalam paket-paket wisata. Outlet kerajinan berupa counter atau kios atau toko sebaiknya dikembangkan pada tempat wisata yang sudah popular seperti PAP Cikundul, Pusat oleh-oleh Mochi Kaswari, dll.. Pada sentra kerajinan wisatawan tidak hanya sekedar membeli souvenir, tetapi juga melihat proses pembuatannya dan bahkan ikut serta dalam proses pembuatan tersebut (souvenir sebagai memorabilia).

Setelah akses cukup jelas, maka usaha kerajinan perlu ditingkatkan pada aspek ketrampilan SDM perajin, akases teknologi dan financial atau permodalan. Sehingga peran pemerintah, perguruan tinggi dan dana bergulir dari BUMN sangat dibutuhkan.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Daftar Pustaka
Ooi, Can-Seng (2006). ”Tourism and the Creative Economy in Singapore
Pangestu, Mari Elka (2008). “Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025”, disampaikan dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015 yang diselenggarakan pada Pekan Produk Budaya Indonesia 2008, JCC, 4 -8 Juni 2008
Yoeti, Oka A. (1985). Pengantar Ilmu Pariwisata, Bandung: Angkasa
Yozcu, Özen Kırant dan İçöz, Orhan (2010). “A Model Proposal on the Use of Creative Tourism Experiences in Congress Tourism and the Congress Marketing Mix”, PASOS, Vol. 8(3) Special Issue 2010
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Continue Reading...